Jakarta – Penculikan dan pembunuhan 7 Pahlawan Revolusi oleh Gerakan 30 September menimbulkan trauma mendalam bagi para keluarga, termasuk istri dan anak-anak Jenderal Ahmad Yani. Sebagai salah satu tokoh yang menolak pembentukan angkatan kelima, Menteri/Panglima Angkatan Darat Ahmad Yani menjadi target utama penculikan oleh Partai Komunis Indonesia. Peristiwa penculikan yang disertai pembunuhan sang Jenderal di kediamannya disaksikan oleh seluruh anaknya.
Dalam wawancara Eksklusif Voksil TV, Untung Mufreni Yani, anak ketujuh Jenderal Ahmad Yani menceritakan malam sebelum peristiwa G30S/PKI. Pada tanggal 30 September 1965, Untung bercerita sang ayah sempat menerima tamu yakni rombongan Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VIII/Brawijaya pada malam hari di rumah dinas Menteri/Panglima Angkatan Darat di Jalan Lembang No. 67, Menteng, Jakarta Pusat.
Untung mendapatkan cerita dari salah satu ajudan ayahnya bahwa Basuki Rahmat melaporkan peristiwa pemberontakan PKI di Jawa Timur kepada Ahmad Yani. “Jadi Pak Yani jam 7 (atau) 8 masih terima tamu namanya Jenderal Basuki Rahmat, Pangdam Brawijaya dari Jatim. (Dia) melaporkan keadaan Jawa Timur yang ada pembakaran, ada pembunuhan juga.” jelas Untung ketika ditemui di rumah dinas yang kini menjadi Museum Sasmitaloka Jenderal Ahmad Yani pada Minggu (11/8) lalu.
Jenderal Ahmad Yani mengapresiasi laporan Pangdam VIII/Brawijaya tersebut. Dia memutuskan untuk segera melaporkan kejadian pemberontakan PKI di Jawa Timur itu kepada Presiden Soekarno. Ahmad Yani mengajak Basuki Rahmat agar menemaninya untuk melakukan pertemuan dengan presiden esok hari tanggal 1 Oktober.
Usai Basuki Rahmat beserta rombongannya pulang, terdapat sekelompok anak muda dari Akademi Militer Nasional yang datang ke rumah dinas Menteri/Panglima Angkatan Darat itu. Mereka bermain bersama 3 putri tertua Ahmad Yani, yakni Indriyah Ruliati Yani, Herliah Emmy Yani, dan Amelia Ahmad Yani.
Para anak muda tersebut datang beberapa hari sebelum melakukan defile Hari Angkatan Perang pada 5 Oktober 1965. Ketika sedang bermain, Jenderal Ahmad Yani memberikan suguhan pisang goreng kepada anak-anak tersebut. “Setelah mereka pulang, ada juga tamu dibelakang, anak-anak AMN (Akademi Militer Nasional) karena tanggal 5 Oktober mau defile Angkatan Perang. Mereka pada main disini, terakhir dikasih makan pisang goreng. Dari sini, dibawa Pak Yani ke belakang terus dikasih sama mereka.” ungkap pria berusia 70 tahun itu.
Setelah para tamu pulang, Yayu Rulia Sutowiryo, istri Jenderal Ahmad Yani pergi melakukan tirakatan bersama teman-temannya dan ditemani oleh ajudan-ajudan sang suami. Mereka semua tidak menyadari akan terjadinya tragedi berdarah pada esok dini hari. (zky)