Oleh: Mukhasin, S.Pd
MARHABAN ya Ramadan. Selamat datang Ramadan 1445 hijriyah. Bulan mulia. Kita sambut dengan rasa bahagia dan penuh taqwa. Menjaga jiwa dan raga dari perbuatan tercela. Bulan di mana kita wajib berpuasa. Puasa dari segala nafsu dasar manusia. Namun, dalam tulisan ini, saya tidak membahas soal Ramadan. Kita, umat Muslim, sudah hafal betul. Paham sekali apa dan bagaimana meningkatkan ibadah dan ketaqwaan untuk mencapai kesempurnaan meraih Ridha Allah SWT.
Ramadhan yang datang setiap tahun seharusnya tidak hanya urusan kita dengan sang pencipta. Tidak sekadar ritual ibadah. Nilai-nilai kebaikan sudah semestinya tertanam di dalam diri kita di bulan-bulan lain. Bukan hanya diri saya. Anda, kita, pasangan hidup, dan anak-anak kita. Ya, terutama anak-anak. Mereka adalah cermin kita berkaca. Seperti apa ahlak, karakter, dan sikap mental anak-anak adalah cerminan orang tua. Saya yakin, jika semua orangtua memahami ini, tidak akan ada kasus aneh-aneh di sekolah.
Bullying, perundungan, dan perpeloncoan. Apa pun sebutannya itu adalah tindakan tercela. Bak nila setitik, rusak susu sebelanga. Akibat ulah segelintir siswa, wajah pendidikan se-tanah air pun tercoreng. Itu terus terulang. Begitulah sebagian potret kelam pendidikan tanah air. Saya tidak sedang membahas kasus anak selebritas Vincent Rompies yang kini tengah menjadi sorotan. Bukan. Sekali lagi tidak. Itu hanya sebagian kecil dari nila tadi. Banyak kasus. Dan saya tidak tendensius. Karena ini menyangkut nama baik institusi pendidikan. Dan saya rasa publik sudah tahu di sekolah mana insiden tragis itu terpublis.
Saya besar di dunia pendidikan. Sebagai bagian dari pendidik yang katanya disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, miris rasanya jika ada kasus seperti itu. Seakan keabaikan dan jasa pendidik tak ada artinya. Entah ini pembelaan atau bukan. Tetapi yang pasti, mata semua pihak harus terbelalak. Melihat jauh lebih jernih dari sekadar kasus permukaan.
Ya. Jernih melihat dari semua sisi. Bukan hanya korban, pelaku, sekolah, dan guru. Lihatlah dari sisi berbeda. Sisi yang menurut saya justru sebagai ”kiblat”. Yaitu sisi orang tua. Walau bagaimana pun guru pertama bagi seorang individu manusia adalah kedua orangtuanya. Merekalah yang kali pertama melukis di kanvas putih. Membuat titik demi titik hingga membentuk pola ahlak, karakter, dan sikap mental.
Namun, itu tidak disadari orangtua. Apalagi, mereka yang mengirim anaknya ke sekolah internasional berbiaya selangit. Uang dirasa cukup untuk ”mendelegasikan” seluruh tanggung jawab pendidikan anak mereka ke sekolah. Nah, ini salah kaprah. Karakter, watak, dan sikap anak merupakan pola yang terbentuk dari rumah. Pola yang tidak mudah diubah guru di sekolah.
Ingat! Semua pihak berperan dalam membentuk karakter anak. Termasuk orangtua di rumah. Ini adalah pesan bagi semua orangtua yang anaknya masih bersekolah. Karena kita semua berkewajiban mendidik anak-anak kita sebagai penerus bangsa. (*)